REVITALISASI
PERAN PEMUDA DALAM AKSELERASI PEMBANGUNAN DAERAH
(refleksi
perjalanan KNPI kab tegal)
Penulis : Syamsul Falah
ketua KNPI Kab Tegal
Orang
Bijaksana akan menjadi Majikan dari Pikirannya; Orang Bodoh akan menjadi
Budaknya."
(David J. Schwartz dalam bukunya "The Magic of Thinking Big")
(David J. Schwartz dalam bukunya "The Magic of Thinking Big")
Dalam Undang-undang tentang kepemudaan, definisi pemuda adalah orang
yang berusia 18 s.d 30 tahun. Tentu penetapan margin usia ini telah melampaui
kajian akademis untuk mendapatkan rumusan yang tepat bagi kondisi demografi
kepemudaan di tanah air. Berdasarkan data Susenas 2006, jumlah pemuda Indonesia
tahun 2006 mencapai 80,8 juta jiwa atau 36,4 persen dari total penduduk yang
terdiri dari 40,1 juta pemuda laki-laki dan 40,7 juta pemuda perempuan. Jika
dilihat menurut daerah tempat tinggal, tampak bahwa pemuda yang tinggal di
pedesaan jumlahnya lebih banyak daripada pemuda yang tinggal di perkotaan (43,
4 juta berbanding 37, 4 juta).
menengok jumlah yang sangat besar tersebut, maka peran strategis
pemuda dalam pembangunan nasional sangatlah penting spesifikasinya dalam
pembangunan daerah. Hal ini telah dibuktikan di dalam berbagai kiprah pemuda
seiring dengan perjalanan dan denyut jantung kehidupan suatu bangsa. Oleh sebab
itulah diskursus-diskursus tentang kiprah pemuda di berbagai lini kehidupan
bangsa tidak akan pernah usang di makan oleh waktu.
Peranan pemuda dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia memang
bersifat dominan dan monumental.Di era pra-kemerdekaan maupun di era
kemerdekaan, pemuda selalu tampil dengan jiwa dan semangat kepeloporan,
perjuangan, dan patriotismenya untuk mengusung perubahan dan pembaharuan.
Karya-karya monumental para pemuda Indonesia itu dapat ditelusuri melalui
peristiwa bersejarah antara lain; Boedi Oetomo (20 Mei 1908) yang kemudian
diperingati sebagai Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928),
Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945), transisi politik 1966, di mana para
pemuda dan mahasiswa mempelopori sebuah perubahan politik yang dramatis,
mengantarkan munculnya era Orde Baru yang tergabung dalam KAMMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), KASI
(Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), dan sebagainya, serta Gerakan Reformasi 1998
yang lumrah kita sebut Tragedi Semanggi (Berakhirnya rezim Soeharto).
Bahkan predikat
pemuda sebagai agent social of change (agen perubahan sosial) sering banyak di
katakan telah melekat di diri para pemuda tapi kenyataan tersebut kadangkala
jauh dari realita yang ada, seringkali pemuda malah justru menjadi trouble
maker bagi tatanan social, seprti meningkatnya pengangguran, tawuran di
kalangan terdidika pelajar atau bahkan mahasiswa, free seks, narkoba, hedonisme
dll. Lalu pertanyaannya bagaimana para pemuda mau merubah tatanan social yang
lebih baik jika para pemudanya tidak mampu merubah diri sendiri.
Secara umum
terdapat dua sudut pandang yang membuat posisi pemuda strategis dan istimewa
yaitu kualitatif dan kuantitatif:
Secara
Kualitatif, pemuda memiliki idealisme yang murni, dinamis, kreatif, inovatif,
dan memiliki energi yang besar bagi perubahan sosial. Idealisme yang dimaksud
adalah hal-hal yang secara ideal harus diperjuangkan oleh para pemuda, bukan
untuk kepentingan diri dan kelompoknya, tetapi untuk kepentingan luas demi
kemajuan masyarakat, bangsa dan negara.
Secara Kuantitatif,
terlihat bahwa jumlah penduduk Indonesia
saat ini lebih dari 210 juta orang. Menurut data terakhir Depdiknas terkait
dengan jumlah tersebut, bahwa apabila kelompok yang dikategorikan generasi muda
atau yang berusia diantara 18–35 tahun, diperkirakan berjumlah lebih dari 80,8
juta jiwa atau 36.4 persen dari jumlah penduduk seluruhnya. Sebagian besar dari
kelompok usia ini adalah tenaga kerja produktif yang mengisi berbagai bidang
kehidupan. Karenanya bisa dipahami bahwa pemuda berpeluang menempati posisi
penting dan strategis, sebagai pelaku-pelaku pembangunan maupun sebagai
generasi penerus untuk berkiprah di masa depan dalam hadist mengatakan
syubbanul yaum rijalun ghodin (pemuda hari ini adalah orang tua masa depan).
Dalam bidang
politik, pemuda telah menunjukkan kontribusi konkrit dalam mensukseskan proses
demokratisasi bangsa. Tugas berat kini adalah mengusung untuk
termanifestasikannya agenda-agenda reformasi dan demokratisasi bangsa dalam
pembangunan daerah sebagai amanah yang harus diemban.
Pemuda Indonesia
harus berani melakukan otokritik, sekaligus membenahi diri, meningkatkan
kualitas sumberdaya manusianya, dan siap berkiprah di tengah-tengah masyarakat,
mewarnai di berbagai lini kehidupan bangsa.Bangsa ini membutuhkan peran dan
sumbangsih kalangan pemuda secara nyata, sehingga tentu sesungguhnya tugas dan
peran pemuda tidaklah ringan.Pemuda Indonesia diharapkan mampu mengambil setiap
peluang yang ada dan memanfaatkannya secara baik, demi kemajuan bangsa. Masa
depan bangsa ini terletak di tangan pemuda karena pemuda adalah Agen Perubahan (Agent of Change) dan Agen Analisis (Agent of Analysis),
yang senantiasa memprakarsai perubahan-perubahan untuk kemaslahatan dan
menganalisis problematika bangsa kita.
Pemuda yang
kemudian akan menjadi pemimpin bangsa di masa mendatang sudah harus
dipersiapkan dengan baik dan matang, sehingga peran pemuda hendaklah
direvitalisasi sejak dini, sebab dalam sebuah kepemimpinan dibutuhkan
integritas, kapasitas, juga pengalaman dan kematangan emosional. Ujung dari semua
itu adalah kebijaksanaan (wisdom) dan kebijakan (policy). Hal krusial dalam
permasalahan ini adalah bagaimana seorang pemimpin muda mampu memutuskan
kebijakan secara bijak, cepat dan tepat, berdampak bagi kemajuan dan
kesejahteraan rakyat dalam membangun daerah, dan itu tidak ada hubungannya sama
sekali dengan konteks usia, bagi mereka yang mampu boleh bersaing dalam
percaturan politik bangsa untuk memimpin Negara ini menuju pencitraan yang
lebih baik.
Jadi, yang harus
dilakukan pemuda adalah mempersiapkan diri dalam proses pengkaderan
kepemimpinan bangsa, yang dapat dilakukan melalui beragam penempaan diri.
Pemuda harus memiliki sejumlah kriteria, antara lain: kemampuan (ability),
kapasitas (capacity), keahlian/kecakapan (skill) dalam berkomunikasi, memotivasi,
dan yang lainnya adalah; pengetahuan/wawasan (knowledge); pengalaman
(experience); kemampuan mengembangkan pengaruh (influence); kemampuan
menggalang solidaritas (Solidarity maker); serta kemampuan memecahkan masalah
(decision making).
Memiliki integritas
(integrity), yakni memiliki kepribadian yang utuh/berwibawa (kharisma);
bijaksana (wisdom); bersikap empatik; memiliki prinsip-prinsip yang utama dalam
hidupnya; menjadi panutan (kelompok referensi utama); serta, mampu mengutamakan
kepentingan lebih besar, ketimbang kepentingan kecil dan sempit (negarawan). Di
atas semua itu, seorang pemimpin harus totalitas dalam mengerahkan segenap
potensi yang ada pada dirinya untuk kemajuan organisasi (prinsip totality)
lebih jauh dalam membangun daerah dengan potensi SDM dan SDA yang ada.
Para pemuda yang
tergerak di bidang politik, harus paham betul bahwa politik merupakan panggilan
dan memiliki tujuan mulia, maka konsekuensinya, setiap politisi harus memiliki
visi politik yang kuat serta komitmen yang tinggi atas prinsip-prinsip politik
yang dianutnya; mampu memanfaatkan sumberdaya politik yang ada secara optimal;
bertindak berdasarkan kalkulasi politik yang rasional dan logis; serta mampu
menghadirkan kebijakan-kebijakan politik yang produktif (bukan kontraproduktif)
yang akhir-akhir ini sudah memudar.
Bagaimanapun,
pemuda adalah potensi kepemimpinan bangsa masa depan. Atas kesadaran itu, maka
kaderisasi-kaderisasi kepemimpinan yang melibatkan kalangan pemuda secara
intensif perlu terus ditingkatkan.Akan tetapi peran pemuda dalam roda
pemerintahan tetaplah krusial.Banyak contoh di berbagai Negara, dimana titik
tolak perubahan justru berawal dari perjuangan pemuda.Setidaknya ada dua
rahasia besar kekuatan pemuda, yaitu kekuatan personal dan keunggulan mengorganisasi
kekuatan.Al-qur’an mengabadikan keunggulan personal pemuda yang mempunyai sifat
qowiyyun amiin (kuat dan dapat dipercaya), hafiidzun aliim (amanah dan
berpengetahuan luas), bashthotan fil ‘ilmi wal jism (kekuatan ilmu dan fisik),
ra’uufun rohiim (santun dan pengasih).Sifat-sifat unggul tersebut merupakan
potensi besar, yang menumpuk pada individu pemuda, dimana masyarakat sangat
mengharapkannya.
Rahasia
berikutnya adalah keunggulan mengorganisasi kekuatan.Ada
setidaknya lima faktor prinsip yang dipegang pemuda, dalam mengorganisasi
kekuatan mereka, yaitu:
1.
Kekuatan asas perjuangan
2.
Kekuatan konsep dan metode
perjuangan
3.
Kekuatan persatuan
4.
Kekuatan sikap dan posisi
perjuangan
5.
Kekuatan aksi dan opini:
memiliki isu sentral, konsistensi misi dalam perjuangan, kesinambungan aksi dan
opini.
Lihatlah keadaan
hari ini, dimana pembangunan fisik dan mental negeri bergerak sangat
lambat.Banyak bangunan sekolah yang sudah tidak layak pakai, masih juga belum
diperbaiki, padahal keadaan itu sudah berlangsung lama.Atau proyek jalan tol
yang terbengkalai bertahun-tahun.Belum lagi masalah kualitas pendidikan kita,
yang hampir semuanya berorientasi membentuk kuli.Ini hanya secuil bagian dari
besarnya masalah dalam pembangunan negeri ini.
Lalu bagaimana
harusnya sikap pemuda?Setidaknya ada beberapa fakta yang mesti diperhatikan
para pemuda, sebagai agen akselerator transformasi. Pemuda, adalah kelompok
usia produktif yang memiliki potensi yang sama untuk mendapatkan status sosial
ekonomi yang relatif mapan dan akan masuk ke dalam kelas menengah. Padahal,
peran elit (the rolling class) dan kelas menengah (middle class) sangat
siginifikan dalam menggerakkan dan mengarahkan perubahan sosial, sebagai salah
satu pilar pembangunan.Dan, The Rolling Class ini dibentuk dari kelas menengah,
yang terdiri dari kelompok-kelompok strategis dari kalangan intelektual,
pengusaha, birokrat dan militer.Untuk melakukan mobilitas vertikal dan masuk ke
dalam kelas menengah haruslah berbasis kompetensi, bukan patronase politik.
Dengan kesiapan
para pemuda menjalani the rolling class, akselerasi pembangunan dapat
dimaksimalkan.Harapan ini tentulah bukan sebuah khayalan.Sejarah Indonesia
sendiri telah menghasilkan individu-individu yang membanggakan, contohnya, M.
Natsir. Percepatan pembangunan harus dimulai dengan perubahan mental dan cara
berfikir. Walaupun pemerintahan saat ini sudah on the track, tapi jalannya
masih lambat. Dengan kematangan mental dan perbedaan cara berfikir yang segar,
the next rolling class siap membantu dan mengakselerasi pembangunan negeri
dalam hal ini adalah pemuda.
Konteks Peran
Pemuda dalam Memanifestasikan Perubahan Bangsa, pemuda hendaknya tidak lagi
hanya terpaku pada persoalan-persoalan lokal dan nasional, tetapi tanpa
menyadari konteks internasional. Ajakan John Nesbit perlu dilakukan: yaitu
"Think Globally, Act Locally" bahwa walaupun kita bertindak lokal
(nasioanal), tetapi cara berpikirnya adalah global. Bahwa pemuda hidup di dalam
komunitas internasional, yang sedkit banyak akan membawa pengaruh bagi dinamika
aneka kehidupan lokal dan nasional.
“Marilah Bangkit
Membangun Negeri Meraih Cita, Citra dan Konfigurasi Bangsa yang Sejati”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar